Energi Baru: Hidrogen (Hydrogen)

Hidrogen adalah unsur yang paling umum tersedia di planet bumi. Sebuah atom hidrogen hanya terdiri dari satu proton dan satu elektron. Meskipun tersedia dalam jumlah banyak, hidrogen tidak muncul di bumi. Air, misalnya, mengandung dua atom hidrogen dan satu atom oksigen terikat bersama. Sebuah proses yang disebut elektrolisis diperlukan untuk memisahkan air menjadi komponen oksigen dan hidrogen.

Dalam banyak hal, hidrogen merupakan bahan bakar yang sempurna. Berjumlah melimpah, sangat efisien, dan tidak menghasilkan emisi saat digunakan dalam sel bahan bakar. Tidak beracun, dapat diproduksi dari sumber daya terbarukan, dan bukan gas rumah kaca. Banyak studi mencatat bahwa hidrogen mungkin satu-satunya bahan bakar alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan negara pada minyak asing sekaligus mengurangi gas rumah kaca secara signifikan.

Karena alasan-alasan itulah hidrogen kini digunakan dalam beragam aplikasi sebagai pembawa energi utama. Berbagai kemajuan signifikan telah diraih dalam penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar transportasi dan bahan bakar untuk pembangkit listrik. Hidrogen dapat digunakan dalam mesin pembakaran internal atau sel bahan bakar untuk membangkitkan listrik. Sel bahan bakar lebih unggul karena jauh lebih efisien daripada mesin pembakaran internal, sehingga menjadi perangkat utama dalam konversi hidrogen menjadi listrik.

Sel bahan bakar hidrogen adalah perangkat yang dirancang untuk mengubah energi kimia menjadi listrik. Jenis sumber ini energi dapat menjadi alternatif yang aman dan bersih dibanding penggunaan bahan bakar fosil untuk mobil atau mesin lainnya, karena limbannya yang relatif kecil, dimana karbon dioksida yang dihasilkan sangat kecil. Mekanisme dasar di balik hal-sel bahan bakar adalah bahwa energi diciptakan dari reaksi ion hidrogen positif dan agen oksidasi, yang biasanya adalah oksigen. Tidak seperti baterai, sel bahan bakar hidrogen membutuhkan sumber terus menerus oksigen atau bahan bakar lain untuk menjaga agar reaksi kimia berkelanjutan, ini bisa juga berarti bahwa dia dapat terus berjalan selama mendapat pasokan yang esensial.

Sel Bahan Bakar Hidrogen
Sel Bahan Bakar Hidrogen

Sebuah sel bahan bakar hidrogen menggabungkan hidrogen dan oksigen untuk menghasilkan listrik, panas, dan air. Karena energinya yang tinggi dan menghasilkan hampir tidak ada polusi, maka hidrogen digunakan sebagai bahan bakar untuk mendorong pesawat ruang angkasa dan roket ke orbit. Sel-sel ini mencatu sistem listrik di pesawat dan menghasilkan air bersih sebagai produk sampingan. Sel ini menyediakan tegangan searah (DC) yang dapat digunakan untuk motor listrik dan menjalankan sejumlah peralatan listrik.

Kelebihan sel bahan bakar hidrogen:

  1. Bahan Bakar Hidrogen Lebih efisien
  2. Sel Bahan Bakar Hidrogen yang “Tenang”
  3. Bahan Bakar Hidrogen Bebas Polusi
  4. Tidak Ada Hambatan Ekonomi Global
  5. Waktu Operasi Bahan Bakar Hidrogen Lebih Lama
  6. Tidak Perlu Tersambung ke Grid

Sayangnya, sel bahan bakar hidrogen juga memiliki kekurangan yang mencegah hidrogen menjadi sumber energi dunia. Meskipun ada banyak manfaat besar, ada beberapa kekurangan yang tampaknya lebih besar daripada kelebihan ini. Beikut kekurangan dari sel hidrogen yang menyebabkan pengembang dan ilmuwan masih bekerja keras, mengembangkan sel bahan bakar hidrogen yang lebih baik, lebih efisien dan aman sehingga segera mereka bisa menjadi alternatif untuk bahan bakar fosil.

  1. Bahan Bakar Hidrogen Mahal
  2. Pengembangan Bahan Bakar Hidrogen Tidak Bermanfaat bagi Perusahaan Besar
  3. Masih dibutuhkan studi lebih lanjut
  4. Bahan Bakar Hidrogen Tidak Terlalu Kuat
  5. Isu keamanan Bahan Bakar Hidrogen pada mobil

Saat ini sudah ada 500 Base Transceiver Station (BTS) yang beroperasi menggunakan bahan bakar hidrogen di Indonesia. Badan usaha yang memiliki usaha inti hidrogen di Indonesia adalah PT Consistel Indonesia, PT Cascadiant, PT Samator Gas (Samator Group) dan PT Linde.

Karakteristik Bioma di Dunia

Bioma adalah sekelompok hewan dan tumbuhan yang tinggal di suatu lokasi geografis tertentu atau daerah habitat darat yang memiliki vegetasi khas terhadap iklim utama sehingga tidak ditemukan di daerah lain. Sebuah bioma pada dasarnya terdiri atas produsen, konsumen, dan pengurai (dekomposer) yang di dalamnya terjadi aliran materi dan energi yang selalu dimulai dari tumbuhan. Bioma terbagi menjadi beberapa jenis, ditentukan oleh iklim, letak geografis, curah hujan dan intensitas cahaya mataharinya.

Istilah bioma berhubungan dengan kumpulan spesies (terutama tumbuhan) yang dapat hidup di tempat tertentu di muka bumi, tergantung pada iklim regionalnya. Jadi bioma adalah kumpulan spesies (terutama tumbuhan) yang mendiami tempat tertentu di bumi dan dicirikan oleh vegetasi tertentu yang dominan serta langsung terlihat jelas di tempat tersebut. Oleh karena itu biasanya bioma diberi nama berdasarkan tumbuhan yang dominan di daerah tersebut.

Untuk ciri utama bioma ialah dominasi vegetasi tertentu di suatu wilayah dengan pengaruh kondisi iklim regionlanya. Sehingga perbedaan antarbioma ini tampak jelas dari vegetais yang tumbuh didalamnya. Pada Bioma ini dibagi dalam beberapa jenis yang ditentukan dari iklim, curah hujan letak geografis dan intensitas cahaya matahari.

Ada beberapa ciri-ciri dari Bioma sebagai berikut :

  1. Terbentuknya interaksi unsur-unsur lingkungan yaitu air, iklim, tanah dan organism yang hidup disuatu daerah.
  2. Merupakan komunitas klimak ( kumpulan macam-macam populasi ) sebagai penanda daerag tersebut terdapat bentuk vegetasi utama yung mendominasi.
  3. Komunitas yang cukup stabil, kecuali disuatu kejadian yang mengganggu dalam kestabilan komunitas.
  4. Dapat dikenali dengan melihat dominasi vegetasinya.
  5. Penamaan bioma yang umumnya didasarkan pada dominasi vegetasinya.

Fungsi Bioma antara lain:

  1. Memudahkan melaksanakan penataan suatu populasi
  2. Bisa mengetahui jenis tumbuhan dan hewan berdasarkan cara hidupnya untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
  3. Membuat mudah melaksanakan pendataan jenis-jenis tumbuhan dan hewan
  4. Mempermudah mengelompokkan hewan serta tumbuhan yang baru ditemukan
Jenis-jenis bioma
Jenis-jenis bioma

Karakteristik Bioma di Dunia dan Persebarannya

1. Gurun (Desert)

Bioma Gurun
Bioma Gurun

Karakteristik:

  • Curah hujan kurang dari 250 mm/th
  • Penguapan air lebih cepat dari presipitasi
  • Kelembapan udara sangat rendah
  • Suhu di siang hari mencapai 45°C dan suhu malam mencapai 0°C
  • Flora: kaktus, palm, kurma, pohon darah naga
  • Fauna: kadal,  semut, ular derik, unta, kalajengking, tarantula.
  • Area:Amerika Utara, Afrika Utara, Australia, dan Asia
Peta Bioma Gurun
Peta Bioma Gurun

2. Padang Rumput (Stepa/ Prairie/ Grassland/ Steppe)

Bioma Stepa
Bioma Stepa

Karakteristik:

  • Curah hujan 250-500 mm/th
  • Hujan turun tidak teratur
  • Peresapan air (porositas) tinggi
  • Aliran air cepat sehingga tanah tidak mampu menyimpan air
  • Flora: rumput: bluestem, indian grasses, bunga poppy
  • Fauna: bison, kuda liar (mustang), biri-biri, kanguru, wombat, sapi.
  • Area: Hongaria, Rusia Selatan, Asia Tengah, Amerika Selatan, Australia
Peta Bioma Stepa
Peta Bioma Stepa

3. Hutan Berdaun Jarum (Taiga)

Bioma Taiga
Bioma Taiga

Karakteristik:

  • Pada musim panas suhu tinggi, sedangkan pada musim dingin suhu sangat rendah
  • Pertumbuhan tanaman hanya terjadi pada musim panas yang berlangsung antara 3-6 bulan
  • Flora: Jenis konifer pohon pinus, spruce, alder, juniper, cemara, fir
  • Fauna: beruang hitam (black bear), ajak, serigala.
  • Area: Skandinavia, Rusia, Siberia, Alaska, Kanada
Peta Bioma Taiga
Peta Bioma Taiga

4. Hutan Lumut (Tundra)

Bioma Tundra
Bioma Tundra

Karakteristik:

  • Musim dingin yang panjang dapat berlangsung selama 9 bulan dengan suasana gelap dan sedikit energi radiasi matahari
  • Musim panas pendek dan terang berlangsung 3 bulan, pada masa ini vegetasi mengalami pertumbuhan
  • Fauna: muskoxem (bison berbulu tebal), reindeer atau caribou (rusa kutub), bison, serigala, kelinci kutub
  • Flora: semak kerdil, lumut kerak, edelweiss, dan rumput
  • Area: sekitar Artik dan kepulauan di sekitar Antartika serta puncak-puncak pegunungan tinggi seperti di wilayah puncak pegunungan di Indonesia
Peta Bioma Tundra
Peta Bioma Tundra

5. Hutan Gugur (Deciduous)

Bioma Deciduous
Bioma Hutan gugur (Deciduous)

Karakteristik:

  • Curah hujan 750-1.000 mm/th
  • Mempunyai 4 musim: panas, dingin, gugur, dan semi
  • Musim panas: radiasi matahari, presipitasi dan kelembapan tinggi à pohon tumbuh dengan baik
  • Musim dingin: radiasi matahari dan suhu rendah à pohon sulit mendapatkan air, daun menjadi merah hingga coklat lalu gugur.
  • Fauna: rusa ekor putih, beruang, rubah, burung pelatuk, dan chipmunk
  • Flora: pohon Oak, mapple, basswood, castanea, walnut, elm, kayu manis, beech, lemon, cherry blossom (sakura)
  • Area: Cina, Korea, Jepang, pantai barat dan timur Amerika Serikat
Peta Bioma Deciduous
Peta Bioma Hutan Gugur (Deciduous)

6. Hutan Hujan Tropis (Tropical Rainforest)

Bioma Hutan Hujan Tropis
Bioma Hutan Hujan Tropis

Karakteristik:

  • Curah hujan yang cukup dan merata 2000-2.250 mm/th
  • Suhu udara 23-31°C
  • Sinar matahari yang cukup sepanjang tahun
  • Pohon-pohon lebat dan hijau, ketinggian dapat mencapai 50 m.
  • Di bawah tudung pohon selalu gelap ssehingga tidak ada perubahan suhu antara siang dan malam
  • Memiliki 4 level vegetasi, yaitu emergent layer, canopy layer, understory layer, dan forest floor
  • Flora: lumut, mangrove, rotan, anggrek, raflesia, bunga bangkai
  • Fauna: katak pohon, kukang, ular pohon, tapir, babi hutan, harimau, kera, trenggiling, orang utan
  • Area:Amazone-Orinaco, Amerika Tengah, Asia Tenggara, Papua, Lembah Kongo (Afrika)
Peta Bioma Hutan Hujan Tropis
Peta Bioma Hutan Hujan Tropis

7. Hutan Musim Tropika (Hutan Gugur Tropika/ Tropical Deciduous Forest)

Bioma Hutan Musim Tropika
Bioma Hutan Musim Tropika

Karakteristik:

  • Terdapat di daerah tropis beriklim basah dengan kemarau panjang.
  • Selama musim kemarau pohon merontokkan daunnya untuk mengurangi penguapan.
  • Flora: pohon Jati, Baobab, Bontaka, Flamboyan, Shala, Kino, Jambul
  • Fauna: Fossa, Ulat Jati, Ringtail, Sloth bear, Dhole
  • Area: India, Asia Tenggara, dan daerah tropik lainnya
Peta Bioma Hutan Musim Tropika
Peta Bioma Hutan Musim Tropika

8. Sabana (Savanna)

Bioma Sabana
Bioma Sabana

Karakteristik:

  • Padang rumput yang diselingi oleh pohon-pohon yang tumbuh tersebar dan sangat jarang
  • Terbentuk di kawasan tropika atau subtropika
  • Memiliki temperatur udara panas sepanjang tahun dan hujan turun secara musiman
  • Flora: pohon palem, akasia, dan eucalyptus
  • Fauna: kuda, zebra, anjing hutan, macan tutul, singa, gajah, koala, jerapah, antelop, hyena, cheetah
  • Area: Benua Afrika, Amerika Selatan, dan Australia
Peta Bioma Sabana
Peta Bioma Sabana

9. Hutan Hujan Iklim Sedang (Temperate Rainforest)

Bioma Hutan Hujan Iklim Sedang
Bioma Hutan Hujan Iklim Sedang

Karakteristik:

  • Pohon tertinggi tapi jenisnya lebih sedikit dari hutan daerah tropis
  • Memiliki curah hujan antara 140 hingga 167 inchi per tahun
  • Memiliki temperatur menengah
  • Hampir sama dengan hutan hujan tropis, hutan ini juga memiliki level atau tingkatan-tingkatan vegetasi
  • Contoh flora: Oregon selaginella, Lady fern, Stair-step moss, Salmonberry, Huckleberry, Lungwort
  • Contoh fauna: Racoon, Beaver, Cougar, American Black Bear, Salamander
  • Area: sepanjang pantai Pasifik di Amerika Utara dari California-Washington, Australia
Peta Bioma Hutan Hujan Iklim Sedang
Peta Bioma Hutan Hujan Iklim Sedang

Referensi:
1. . . Pengertian Bioma, Fungsi, Ciri, Faktor dan Jenisnya (Lengkap). https://www.seputarpengetahuan.co.id (diakses pada Selasa, 30 Juli 2019)
2. _. 2019. Bioma Adalah. https://www.dosenpendidikan.co.id/ (diakses pada Selasa, 30 Juli 2019)
3. Hermanto, Gatot. 2014. Geografi untuk SMA/MA Kelas XI. Bandung: Yrama Widya.
4. McMullen. 2017. Tropical Deciduous Forest Animals & Plants. https://sciencing.com. (diakses pada Rabu, 31 Juli 2019)
5. Samadi. 2007. Geografi 1 : SMA kelas XI. Jakarta: Quadra
6. Somantri Lili, Nurul Huda. 2016. Buku Peserta didik Aktif dan Kreatif Belajar Geografi Kelas XI. Bandung: Grafindo

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Persebaran Flora Dan Fauna

Bumi memiliki kondisi alam yang bervariatif. Hal tersebut menyebabkan banyak perbedaan karakteristik fisik penghuni bumi. Seperti karakteristik ciri fisik penduduk Benua Afrika berbeda dengan di Benua Eropa maupun Asia.

Meski demikian, perbedaan itu tidak hanya dikarenakan kondisi alam tempat hidup saja, ada banyak faktor yang mendorong perbedaan fisik manusia. Contohnya, atlet lari asal Benua Afrika dapat menjadi pemegang rekor juara pertandingan lari di setiap event olahraga internasional. Hal tersebut dapat terjadi karena daya tahan tubuh yang baik yang menyebabkan orang Afrika unggul dalam lari marathon. Daya tahan tubuh yang baik tersebut mereka dapatkan ketika mereka tumbuh dan besar di alam Afrika yang keras dan panas.

Tidak hanya manusia, flora dan fauna juga memiliki karakteristik fisik yang berbeda di setiap wilayah. Flora dan fauna yang tersebar di seluruh penjuru dunia dipengaruhi oleh banyak faktor. Inilah yang menyebabkan banyak hewan dan tumbuhan yang hanya dapat ditemui di satu tempat dan tidak ada di tempat lainnya.

Setiap negara memiliki jenis flora dan fauna yang berbeda satu sama lain. Bahkan terdapat istilah flora dan fauna endemik yang merupakan hewan dan tumbuhan asli daerah tersebut dan tidak dapat ditemukan di tempat lain.

Meski demikian, tidak semua wilayah di muka bumi dapat dihuni oleh mahluk hidup. Berdasarkan penelitian diperkirakan hanya sekitar 1/550 bagian dari muka bumi yang berpotensi sebagai lingkungan hidup. Artinya, kehidupan flora dan fauna di suatu wilayah sangat terkait dengan kondisi lingkungannya. Itulah yang menyebabkan persebaran flora dan fauna tidak merata di permukaan bumi.

Keberadaan fenomena biosfer merupakan fungsi dari kondisi lingkungan di sekitarnya. Karena kondisi iklim dan tanah di permukaan bumi sangat beragam, maka beragam pula persebaran flora dan fauna.

Jenis danfungsi faktor persebaran flora dan fauna.
Jenis dan fungsi faktor persebaran flora dan fauna

Berikut ini dipaparkan faktor-faktor yang memengaruhi persebaran flora dan fauna

1. Faktor Biotik

a. Flora (Tumbuhan)

Peran tumbuhan berkaitan erat dengan penyuburan tanah. Tanah yang subur dan gembur akan membuat tumbuhan bertumbuh lebat dan mempengaruhi kehidupan hewan di sekitarnya. Salah satu tumbuhan yang bermanfaat dalam persebaran flora fauna adalah tumbuhan berjenis jamur. Salah satu jamur yang bermanfaat bagi tanaman adalah Acetobacter sp yang berguna untuk menghambat fungi penyebab bercak pada tanaman mentimun.

b. Fauna (Hewan)

Salah satu hewan yang membantu persebaran tumbuhan adalah hewan penyerbuk. Hewan berjenis ini menghisap madu dari bunga dan membawa serbuk sari terbang bersamanya. Serbuk sari tersebut jatuh di bunga lainnya dan menyebabkan penyerbukan silang. Hewan penyerbuk antara lain lebah madu, tawon madu, lalat bunga, kupu-kupu, ngengat, burung kolibri, dan banyak lagi. Selain lebah madu baru-baru ini ditemukan adanya istilah lebah laut dari jenis krustasea. Hewan invertebrata ini menghampiri serbuk sari bunga dari rumput laut. Mereka mendekatinya karena ingin mencari makan di sekitar rumput laut. Serbuk saripun menempel pada krustasea dan ikut terbawa saat mereka hinggap di rumput laut lainnya. Cara ini membantu penyerbukan di ekosistem laut.

c. Manusia

Manusia memiliki peran yang sangat besar untuk menentukan kehidupan hewan dan tumbuhan. Salah satu sifat manusia yang destruktif seringkali menjadi penyebab hilangnya habitat asli suatu makhluk hidup. Sebagai contoh adalah hewan langka yang saat ini sulit ditemukan di alam bebas. Semuanya berawal dari keinginan manusia untuk memperluas lahan pertanian sehingga menggunduli hutan yang merupakan habitat hewan banyak. Maraknya pembalakan liar membabat hutan membuat binatang sulit mencari makan untuk bertahan hidup dan berkembang biak. Akibatnya banyak hewan yang mulai punah dan masuk ke dalam hewan yang dilindungi. Dampak hutan gundul sangatlah besar terhadap kehidupan flora dan fauna di seluruh dunia. Sebagai contoh di hutan Kalimantan selama 16 tahun terakhir orang utan yang telah mati mencapai 100.000 ekor. Setelah diteliti lebih dalam punahnya orang utan akibat ulah manusia karena merusak hutan tempat tinggalnya dan perburuan liar sehingga jumlah orang utan di alam liar semakin menipis. Untuk menyikapi hal tersebut dibuatlah hutan lindung dan suaka margasatwa sebagai bentuk kepedulian manusia terhadap alam dan melindungi flora fauna langka dari kebinasaan.

2. Faktor Abiotik

a. Klimatik (Udara)

Iklim merupakan faktor dominan yang mempengaruhi pola persebaran flora dan fauna. Wilayah-wilayah dengan pola iklim ekstrim seperti kutub yang senantiasa tertutup salju dan lapisan es abadi atau gurun yang gersang sudah barang tentu sangat menyulitkan bagi kehidupan organisme. Karena itu, persebaran tumbuhan dan binatang di kedua wilayah ini sangat minim baik jumlah maupun jenisnya. Sebaliknya di daerah tropis merupakan wilayah yang optimal bagi kehidupan spesies. Faktor iklim terbagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu:

– Suhu

Suhu suatu tempat mempengaruhi pertumbuhan dan persebaran flora dan fauna di dunia. Suhu dipengaruhi oleh pancaran sinar matahari. Hla ini berkaitan dengan posisi lintang di bumi sangat berhubungan dengan penerimaan intensitas penyinaran matahari yang berbeda-beda di berbagai wilayah. Daerah-daerah yang berada pada zone lintang iklim tropis menerima penyinaran matahari setiap tahun relatif lebih banyak dibandingkan wilayah lain. Perbedaan ini menyebabkan variasi suhu udara di berbagai kawasan di muka bumi.

Perbedaan suhu juga terjadi karena secara vertikal yaitu letak suatu wilayah berdasarkan perbedaan ketinggian di atas permukaan laut.

Kondisi suhu udara tentunya sangat berpengaruh terhadap kehidupan flora dan fauna, karena berbagai jenis spesies memiliki persyaratan suhu lingkungan hidup ideal atau optimum serta tingkat toleransi yang berbeda satu sama lain. Contoh, flora dan fauna yang hidup di kawasan kutub memiliki tingkat ketahanan dan toleransi lebih tinggi terhadap perbedaan suhu ekstrim antara siang dan malam dibandingkan dengan flora dan fauna tropis.

Secara umum wilayah-wilayah yang memiliki suhu udara tidak terlalu dingin atau panas merupakan habitat yang sangat baik atau optimal bagi sebagian besar kehidupan organisme, baik manusia, flora dan fauna. Hal ini disebabkan suhu yang terlalu panas atau dingin merupakan salah satu kendala bagi mahluk hidup.

Khusus dalam dunia tumbuhan, kondisi suhu udara adalah salah satu faktor pengontrol persebaran vegetasi sesuai dengan posisi lintang, ketinggian tempat, dan kondisi topografinya. Karena itu, sistem penamaan habitat tumbuhan sering kali sama dengan kondisi iklimnya, seperti vegetasi hutan tropis, vegetasi lintang sedang, vegetasi gurun, dan vegetasi pegunungan tinggi.

Tumbuhan yang hidup di negara tropis selalu mendapat sinar matahari yang merupakan kebutuhan pokok tanaman dan suhu yang tidak ekstrim dan cenderung stabil. Sedangkan tumbuhan di negara empat musim harus bisa bertahan hidup dengan perbedaan suhu yang tajam. Karena itu terdapat 2 kelompok vegetasi berdasarkan waktu regenarasi dan pertumbuhannya, antara lain:

1) Kelompok vegetasi annual. Kelompok tanaman ini hanya tumbuh pada waktu tertentu saja yaitu di musim panas. Di musim dingin tumbuhan tertutup salju. Contohnya adalah bunga-bunga khas daerah dingin dan tanaman kecil.

2) Kelompok vegetasi perennial. Kelompok ini mampu bertahan di suhu yang sangat rendah di musim dingin. Cara ini membantu tumbuhan untuk tetap berkembang walaupun di bawah suhu yang ekstrim. Contohnya adalah pohon-pohon yang berusia lebih dari satu tahun.

– Sinar Matahari

Sinar matahari adalah makanan tumbuhan. Cahayanya membantu siklus fotosintesis di tanaman hijau. Flora yang tumbuh di iklim sub tropis menyesuaikan diri dengan ketersediaan sinar matahari. Di musim gugur saat udara dingin, tumbuhan merontokkan daunnya menjelang musim dingin. Sedangkan tanaman di iklim tropis selalu mendapatkan sinar matahari sepanjang tahun sehingga tidak perlu merontokkan daunnya.

Kelembapan udara

Kelembaban udara menggambarkan uap air yang terkandung di dalam udara. Semakin lembab semakin banyak pula uap air yang ada. Air adalah komponen penting bagi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Selain itu air mempengaruhi serapan zat hara oleh akar tumbuhan.

Tingkat kelembaban udara berpengaruh langsung terhadap pola persebaran tumbuhan di muka bumi. Beberapa jenis tumbuhan sangat cocok hidup di wilayah kering, sebaliknya terdapat jenis tumbuhan yang hanya bertahan hidup di atas lahan dengan kadar air selalu tinggi. Berdasarkan tingkat kelembaban, berbagai jenis tumbuhan diklasifikasikan ke dalam 4 kelompok utama, yaitu sebagai berikut ini.

Xerophyta, yaitu jenis tumbuhan yang tahan terhadap lingkungan hidup yang kering atau gersang (kelembaban udara sangat rendah). Contoh: Kaktus, dan rumput gurun;

Mesophyta, yaitu jenis tumbuhan yang cocok hidup di lingkungan yang lembab. Contoh: Anggrek, Cendawan (jamur);

Hygrophyta, yaitu jenis tumbuhan yang cocok hidup di lingkungan yang basah. Contoh: Eceng Gondok, dan Teratai,

Tropophyta, yaitu jenis tumbuhan yang mampu beradaptasi terhadap perubahan musim. Contoh: pohon Jati

– Curah Hujan

Intensitas curah hujan di suatu tempat menentukan keberlangsungan hidup flora dan fauna di dalamnya. Dalam siklus hidrologi, hujan merupakan sumber bagi pendistribusian air yang ada di permukaan bumi ini. Begitu pentingnya air bagi kehidupan mengakibatkan pola persebaran dan kerapatan mahluk hidup antar wilayah biasanya tergantung dari tinggi-rendahnya curah hujan.

Wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan tinggi umumnya merupakan kawasan yang dihuni oleh aneka spesies dengan jumlah dan jenis jauh lebih banyak dibandingkan dengan wilayah yang relatif lebih kering. Sebagai contoh daerah tropis ekuatorial dengan curah hujan tinggi merupakan wilayah yang secara alamiah tertutup oleh kawasan hutan hujan tropis (belantara tropis) dengan aneka jenis flora dan fauna dan tingkat kerapatan tinggi.

– Angin

Angin juga mempengaruhi jenis tumbuhan dan hewan yang ada. Angin membantu penyebaran serbuk sari dari bunga untuk menjamin keberlangsungan hidup suatu tanaman. Angin yang bertiup juga membantu burung untuk terbang dan bermigrasi saat musim dingin ke tempat yang lebih hangat. Selain itu, angin berfungsi untuk mendistribusikan uap air atau awan yang mengandung hujan dari suatu tempat ke tempat lain.

b. Edafik (Tanah)

Faktor edafik adalah faktor tanah yang ditempati oleh hewan dan tumbuhan. Tanah merupakan media tumbuh dan berkembangnya tanaman. Tingkat kesuburan tanah merupakan faktor utama yang berpengaruh terhadap persebaran tumbuhan. Ini berarti semakin subur tanah maka kehidupan tumbuhan semakin banyak jumlah dan keanekaragamannya.

Tanah yang subur akan memberikan dampak yang baik bagi pertumbuhan tanaman. Selain itu, hewan juga akan lebih mudah menemukan makanan jika tanaman di sekitarnya tumbuh subur dan berbuah lebat. Faktor-faktor edafik yang mempengaruhi jenis flora dan fauna antara lain:

– Keasaman tanah

Tingkat keasaman atau pH menentukan kesuburan tanah tersebut. Tanah masam akan membuat tumbuhan tidak bisa berkembang. Tanah yang subur memiliki zat hara yang tinggi. Kesuburan suatu tanaman ditentukan oleh kemampuannya menyerap zat hara yang terkandung di dalam tanah. Jika tingkat pH terlalu rendah atau tinggi akan berakibat buruk bagi pertumbuhan tanaman. Tanah terbaik bagi tumbuh-tumbuhan adalah tanah dengan tingkat pH yang netral.

– Tekstur tanah

Tekstur tanah yang baik bagi tumbuhan adalah yang memiliki komposisi tanah lempung, pasir, dan debu yang seimbang. Jika tanah terlalu kasar akan membuat tumbuhan sulit untuk tumbuh.

Sebagai contoh adalah ekosistem gurun. Tanah di gurun terdiri dari pasir yang sangat kering. Tanahnya gersang dan hanya terdapat beberapa jenis flora dan fauna yang dapat bertahan hidup di gurun. Pachypodium adalah tanaman khas padang pasir yang berasal dari Benua Afrika. Tanaman ini tumbuh di tempat kering sehingga ia mampu menyimpan air (tanaman sukulen). Batangnya lunak dan tidak memiliki kayu, cadangan makanan disimpan di bonggol yang terletak di pangkal batang. Tanaman ini berfungsi sebagai tanaman hias.

– Kandungan air tanah

Tumbuhan menggunakan akarnya untuk menyerap air di dalam tanah. Air tanah membantu tanaman menyerap mineral yang diperlukan bagi keberlangsungan hidupnya.

– Struktur tanah

Struktur tanah adalah komposisi material yang membentuk tanah. Porositas adalah tingkat kemampuan tanah untuk membuat air mengalir diantaranya. Sedangkan permeabilitas adalah besar pori-pori diantara komposisi tanah. Kedua faktor tersebut memainkan peran penting dalam penyediaan air bagi tumbuhan.

– Kandungan udara di dalam tanah

Udara di dalam tanah berperan dalam proses respirasi atau bernapas. Respirasi adalah penguraian bahan makanan yang terjadi di stomata untuk menghasilkan energi.

c. Fisiografi/ Topografi/ Geografis

Faktor topografi adalah tingkat kemiringan dan ketinggian suatu tempat. Ternyata faktor ini mempengaruhi jenis hewan dan tumbuhan yang hidup di suatu wilayah.

Sebagai contoh kambing gunung yang hidup di pegunungan terjal. Kambing gunung berbeda dengan kambing yang biasa kita temui. Mereka memiliki bulu yang sangat tebal karena habitatnya yang berada di pegunungan dengan tiupan angin yang kencang dan suhu yang lebih dingin. Selain itu kambing gunung memiliki kemampuan melompat-lompat di tebing yang tinggi dan terjal.

Flora yang tumbuh di dataran tinggi juga berbeda dengan flora yang hidup di dataran rendah. Sebagai contoh kita tidak akan bisa menemukan pohon teh yang tumbuh di tepi pantai karena teh hanya bisa tumbuh di dataran tinggi yang sejuk. Begitupun pohon kelapa hanya bisa ditemui di tepi pantai dan dataran rendah yang panas.

d. Air

Air sebagai salah satu faktor persebaran flora dan fauna dapat berperan sebagai sarana atau media yang sesuai untuk pertumbuhan flora tertentu. Misalnya, biji-bijian yang menyebar melalui air. Biji mengapung di atas air sampai berkecambah. Biji-bijian yang kuat akan tahan terhadap air sehingga tidak mudah busuk. Sedangkan terhadap fauna, contohnya ialah ikan-ikan kecil yang terbawa arus di sungai.

Setiap faktor persebaran flora dan fauna akan memiliki peran yang berbeda-beda terhadap persebaran flora dan fauna. Dengan demikian, dapat dikatakan setiap faktor akan memiliki fungsi yang berbeda terhadap persebaran flora dan fauna. Fungsi faktor-faktor persebaran tersebut antara lain:

1. Pendorong Persebaran

Fungsi pendorong persebaran flora dan fauna berasal dari daerah asal flora dan fauna itu berada yang mendorong flora atau fauna tersebut untuk berpindah ke daerah lain. Fungsi pendorong persebaran terdiri atas tekanan populasi, perubahan habitat, dan persaingan.

a. Tekanan Populasi

Semakin banyak atau bertambahnya populasi akan menyebabkan kebutuhan akan persediaan bahan makanan menjadi semakin sulit dipenuhi sehingga menyebabkan migrasi. Tekanan populasi biasanya dilakukan oleh organisme yang memiliki tingkatan organisasi yang lebih tinggi dalam sebuah ekosistem. Dalam persebaran fauna, tekanan populasi paling tinggi dilakukan oleh predator yang jumlahnya semakin meningkat.

b. Perubanan Habitat

Perubahan habitat adalah berubahnya lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut dan menjadi merasa tidak cocok untuk terus menempati daerah asal. Perubahan habitat yang paling signifikan terjadi akibat bencana alam dan perubahan tata guna lahan oleh manusia.

c. Persaingan

Ketidakmampuan fauna dalam bersaing memperebutkan wilayah kekuasaan dan bahan makanan yang dibutuhkan juga mendorong terjadinya migrasi ke daerah lain. Fungsi persaingan dalam persebaran flora dan fauna biasanya berlaku pada flora atau fauna yang memiliki tingkatan yang sama dalam ekosistem. Misalnya, antar sesama harimau jantan dalam memperebutkan pasangan. Persaingan juga dapat terjadi pada kambing dan sapi dalam memperebutkan rumput sebagai bahan makanan utamanya.

2. Penghambat Persebaran

Fungsi penghambat persebaran flora dan fauna terjadi saat flora atau fauna bergerak menuju daerah lain dan terhalangi oleh faktor tertentu. Faktor tersebut dapat berupa fauna lain yang menghadang, bukit yang terjal, lembah yang dalam, dan aliran sungai yang deras.

3. Sarana Persebaran

Sarana persebaran merupakan media yang digunakan oleh flora atau fauna dalam perjalanannya menuju ke daerah yang baru. Faktor persebaran yang berfungsi sebagai sarana persebaran berupa air, lahan, udara, ataupun pengangkutan oleh flora, fauna serta manusia.

4. Pendukung/Kesesuaian Persebaran

Fungsi pendukung/ kesesuaian persebaran berada pada daerah tujuan persebaran flora atau fauna. Daerah tujuan yang sesuai atau cocok menjadi tempat tinggal yang baru bagi flora dan fauna tersebut. Sedangkan daerah yang tidak sesuai atau tidak cocok akan menjadi penghambat bagi persebaran flora atau fauna.

Referensi:

  1. _. 2018. 4 Faktor yang Memengaruhi Persebaran Flora dan Fauna. https://ilmugeografi.com (diakses pada Rabu, 07 Agustus 2019)
  2. Hermanto, Gatot. 2014. Geografi untuk SMA/MA Kelas XI. Bandung: Yrama Widya.
    Samadi. 2007. Geografi 1 : SMA kelas XI. Jakarta: Quadra
  3. Somantri Lili, Nurul Huda. 2016. Buku Peserta didik Aktif dan Kreatif Belajar Geografi Kelas XI. Bandung: Grafindo.
  4. Waluya, Bagja. _. Persebaran Flora dan Fauna. http://file.upi.edu/Direktori/DUAL-
  5. MODES/TEMPAT_RUANG_DAN_SISTEM_SOSIAL/BBM_4.pdf (diakses pada Rabu, 07 Agustus 2019)

Energi Baru: Nuklir (Nuclear)

Energi nuklir merupakan salah satu energi alternatif atas masalah yang ditimbulkan oleh semakin berkurangnya sumber energi fosil serta dampak lingkungan yang ditimbulkannya. Energi nuklir termasuk salah satu energi bersih masa depan, karena tidak menghasilkan emisi. Energi nuklir dapat dihasilkan melalui dua macam mekanisme yaitu pembelahan inti (reaksi fisi) dan penggabungan beberapa inti (reaksi fusi).

Sebuah inti berat ditumbuk oleh partikel (neutron) dapat membelah menjadi dua inti yang lebih ringan dan beberapa partikel lain. Mekanisme ini disebut pembelahan inti (fisi nuklir). Contoh reaksi fisi adalah inti uranium yang ditumbuk oleh neutron. Saat sebuah inti ditembakkan oleh sebuah neutron dengan presentasi tertentu, inti akan mengalami pembelahan atau reaksi fisi.

Mekanisme ini terus terjadi dalam waktu yang sangat cepat hingga membentuk reaksi berantai tak terkendali. Akibatnya terjadi pelepasan energi yang besar secara singkat. Pelepasan energi yang dihasilkan melalui reaksi fisi berantai dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik apabila reaksi fisi berantai ini terkendali.

Reaksi nuklir untuk pembangkit listrik menggunakan reaktor nuklir sebagai untuk perangkat yang berfungsi mengontrol terjadinya reaksi fisi. Pada reaktor ini berlangsung reaksi fisi berantai terkendali dan kontinu untuk menghasilkan energi nuklir, radioisotop dan nuklida baru.

Prinsip kerja reaktor nuklir mirip dengan pembangkit listrik konvensional. Perbedaan utamanya terletak pada sumber energi dan jenis bahan bakar. Sumber energi pada pembangkit listrik konvensional berasal dari proses pembakaran secara kimia bahan bakar fosil, sedangkan sumber energi reaktor nuklir berasal dari reaksi fisi nuklir pada material-material fisil.

Energi yang dihasilkan dari reaksi fisi nuklir terkendali di dalam sebuah reaktor nuklir berupa energi panas. Energi panas ini dapat menguapkan air sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pemutar turbin dan membangkitkan listrik.

Berdasarkan energi yang digunakan untuk mempertahankan reaksi fisi berantai, reaktor nuklir dibagi menjadi dua macam yaitu:

  1. Reaktor lambat (thermal) yaitu reaktor yang di dalamnya terjadi reaksi fisi dengan didominasi oleh neutron lambat. Hal ini ditandai oleh adanya moderator yang digunakan untuk menurunkan kecepatan neutron dan menurunkan energi kinetiknya.
  2. Reaktor cepat (fast) yaitu reaktor yang di dalamnya terjadi reaksi fisi dengan didominasi oleh neutron cepat. Hal ini ditandai dengan adanya pengurangan bahan moderator

Komponen dasar reaktor nuklir merupakan komponen yang harus ada pada sebuah reaktor nuklir untuk mengendalikan laju pembelahan (reaksi fisi). Adapun komponen dasar dari sebuah reaktor nuklir adalah

  1. bahan bakar (fuel) terdiri atas bahan fisil dan bahan fertil yang terdiri atas uranium, plutonium, dan thorium;
  2. moderator, yaitu lapisan kedua komponen luar yang berhubungan langsung dengan bahan bakar;
  3. batang kendali (control rod), yaitu komponen reaktor yang berfungsi untuk mengontrol keluaran daya dari sebuah reaktor dengan cara mengendalikan jumlah neutron yang dihasilkannya;
  4. perisai (shieling), yaitu material yang berfungsi untuk menahan radiasi agar tidak menyebar ke lingkungan luar sistem reaktor, umumnya berupa lapisan beton berat dan struktur baja.

Jenis reaktor nuklir yang cukup terkenal dan telah dikembangkan oleh beberapa negara adalah reaktor air bertekanan (Pressure Water Reactor/PWR), reaktor air mendidih (Boilling Water Reactor/BWR) dan jenis terbaru yang sedang dikembangkan yaitu reaktor air superkritis (SCWR). Dengan prinsip sebagai berikut:

Skematik reaktor jenis PWR (Bastory, dkk, 2017)
Skematik reaktor jenis PWR (Bastory, dkk, 2017)

Skematik reaktor jenis BWR (Bastory, dkk, 2017)
Skematik reaktor jenis BWR (Bastory, dkk, 2017)

Skematik Skematik reaktor jenis SCWR (Bastory, dkk, 2017)reaktor jenis BWR (Bastory, dkk, 2017)
Skematik reaktor jenis SCWR (Bastory, dkk, 2017)

Energi nuklir di Indonesia dikembangkan dalam bentuk reaktor daya eksperimental (RDE), yakni reaktor nuklir yang dapat digunakan untuk pembangkit listrik, pembangkit panas dan untuk memproduksi hidrogen. Karena sifatnya yang eksperimental maka pengoperasian reaktor nuklir tersebut lebih banyak untuk tujuan percobaan dalam meningkatkan penguasaan teknologi.

RDE dibangun di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong berdekatan dengan Reaktor Serbaguna GA Siwabessy (RSG-GAS) 30 MW yang telah beroperasi sejak 1987. Selain itu, rekator nuklir juga telah dibangun diantaranya TRIGA 2000 di Bandung (beroperasi sejak tahun 1965) dan Reaktor Kartini di Yogyakarta (beroperasi sejak tahun 1979).

Cadangan uranium sebagai bahan utama dalam energi nuklir, hasil pemetaannya yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Geologi Nuklir (PPGN) – BATAN menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan uranium. sekitar 70.000 ton U3O8 (yellow cake) [8,9]. Dari 70.000 ton uranium tersebut, 1.608 ton kategori terukur, 6.456 ton kategori terindikasi, 2.648 ton tereka dan sisanya masuk dalam kategori hipotetik.

Sebagian besar cadangan uranium kebanyakan berada di Kalimantan Barat [4,12,13,14,15,16], sebagian lagi ada di Papua [17], Bangka Belitung [1,18,19] dan Sulawesi Barat. Kajian terakhir dilakukan di Mamuju, Sulawesi Barat, dan deteksi pendahuluan menyebutkan kadar Uranium di lokasi tersebut berkisar antara 100 dan 1.500 ppm (mg/kg). Selain itu daerah lainnya di Indonesia yang berpotensi mengandung cadangan uranium cukup besar adalah Pulau Singkep[20], Tapanuli dan Hatapang Sumatera Utara[21,22], Sumatera Barat[23], Kalimantan Timur[24,25], Mamuju Sulawesi Barat[26,27], Maluku[28], Irian Jaya (Papua)[29] dan lainlain. Persebaran cadangan uranium di Indonesia baik yang terukur, terindikasi, tereka, hipotetik Peta berikut menunjukkan potensi Uranium di Indonesia sebagai bahan baku energi nuklir.

Meski cadangan uranium tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, wilayah yang cocok jika Pembangkit Listrik Energi Nuklir (PLTN) benar-benar serius dikembangkan adalah wilayah Bangka-Belitung dan pesisir Kalimantan Barat. Alasannya, dua wilayah ini jauh dari aktivitas tektonisme dan vulkanisme. Hal ini berguna untuk mencegah kerusakan dan pemanasan reaktor nuklir oleh dua aktivitas tersebut. Selain itu dua wilayah ini juga dekat dengan perairan (laut) yang berfungsi sebagai pendingin reaktor nuklir.

Peta persebaran bahan baku energi nuklir di Indonesia (Bastory, dkk, 2017)
Peta persebaran bahan baku energi nuklir di Indonesia (Bastory, dkk, 2017)

Energi Baru: Batubara Tergaskan (Gasified Coal)

Batubara tergaskan umumnya diperoleh dari hasil gasifikasi yang merubah batubara padat menjadi campuran gas karbon monoksida dan hidrogen yang mudah terbakar. Batubara yang digunakan adalah jenis batubara kualitas rendah dengan maksud agar lebih termanfaatkan. Dimana kualitas batubara didasarkan kelas nilai kalori (Keppres No. 13/2000 diperbarui PP 45/2003) adalah sebagai berikut:

a) Kalori Rendah < 5.100 kal/gr

b) Kalori Sedang 5.100-6.100 kal/gr

c) Kalori Tinggi > 6.100 – 7.100 kal/g

d) Kalori Sangat Tinggi > 7.100 kal/gr

Gasifikasi pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan bahan bakar padat menjadi gas campuran gas yang memiliki nilai bakar. Berbeda dengan pembakaran, proses gasifikasi adalah proses pemecahan rantai karbon ke bentuk unsur atau senyawa kimia lain. Proses gasifikasi memerlukan sedikit oksigen dan seringkali digunakan uap air untuk proses pembakaran. Dengan mengubah batubara menjadi gas, maka material yang tidak diinginkan yang terkandung dalam batubara seperti senyawa sulfur, karbon dioksida (CO2), dan abu dapat dihilangkan dari gas dengan menggunakan metode tertentu sehingga dapat dihasilkan gas bersih.

Pada proses gasifikasi digunakan pereaksi udara, O2, CO2, H2 atau campuran dari gas tersebut. Gas produk gasifikasi memiliki komponen utama H2, CO dan CO2. Medium penggasifikasi yang dapat digunakan sebagai penggasifikasi (gasfying agent) adalah udara, steam, CO2, H2, atau campuran medium tersebut. Medium penggasifikasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilai kalor dari gas produk dan komposisi gas yang dihasilkan. Gas hasil gasifikasi batubara ada yang memiliki konten panas rendah, sedang, atau tinggi.

Proses gasifikasi terdiri dari beberapa tahap dan tidak ada batasan yang pasti antara tahap satu dengan tahap lainnya. Gasifikasi batubara diawali dengan proses pirolisis kemudian diikuti dengan proses gasifikasi. Hidrokarbon rantai pendek, tar, fenol akan terlebih dahulu dilepaskan sebagai volatile matter. Arang hasil pirolisis akan bereaksi dengan reaktan gas untuk melepaskan gas, uap, tar, dan residu padat berupa arang dan abu. Produk utama dari proses gasifikasi adalah gas yang mengandung CO, H2, dan sebagian CH4 dan CO2. Mekanisme gasifikasi batubara dan proses-proses di dalam rekator grasifikasi digambarkan pada gambar berikut.

Mekanisme gasifikasi batubara (Yonathan, _)
Mekanisme gasifikasi batubara (Yonathan, _)

Skema tahapan gasifikasi batubara (Yonathan, _)
Skema tahapan gasifikasi batubara (Yonathan, _)

Proses gasifikasi dipengaruhi oleh komposisi bahan baku, ukuran partikel, medium penggasifikasi, suhu, dan tekanan proses. Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi reaktivitas arang batubara antara lain: sifat batubara (coal properties), efek katalitik dari lapisan anorganik (inorganic matter) dalam batubara, kondisi dari reaksi pirolisis, dan faktor-faktor lainnya.

Pengolahan batubara menjadi gas sintesis memberi potensi efisiensi lebih tinggi dibandingkan dengan pembakaran langsung, gas sintesis dapat terbakar pada temperatur tinggi, selain dari itu hidrogen yang dihasilkan dapat dikonversi langsung oleh fuel cell menjadi energi listrik.

Pemanfaatan lainnya bergantung pada pereaksi yang digunakan atau gas yang dihasilkan. Pemanfaatan Gas Bakar Sesuai dengan namanya gas ini hanya digunakan untuk bahan bakar, baik secara langsung (hot gas) maupun setelah melalui pemurnian (cold gas). Hot gas digunakan untuk pembakaran yang tidak memerlukan gas yang bersih seperti industri logam, industri pertanian dan industri mineral. Sedangkan cold gas digunakan untuk industri-industri yang memerlukan gas yang bersih seperti industri keramik, industri makanan, genset (gas engine, mesin diesel), pembangkit listrik.

Pemanfaatan Syngas selain dapat digunakan untuk bahan bakar terutama pembangkit listrik, syngas dapat digunakan sebagai bahan baku industri gas hidrogen (H2), SNG, bahan baku industri kimia, bahan baku BBM sintetik. Penggunaan gas cleaning dan cooling subsystem akan membuat gas terbakar sempurna sedemikian rupa sehingga yang tersisa hanya gas karbondioksida.

Gasifikasi batubara di Indonesia sangat berpeluang untuk dijadikan sebagai penghasil energi alternatif. Di Kalimantan Tengah terdapat banyak perusahaan tambang batubara. Dari banyak perusahaan yang beroperasi menambang batubara ini sebenarnya memiliki potensi yang besar untuk mengikuti perkembangan teknologi dalam pengolahan gasifikasi batubara.

Gas Sintesis dari proses gasifikasi batubara sudah digunakan di Indonesia sejak akhir abad 18 untuk pasokan gas kota, oleh perusahaan gas swasta Belanda, I.J.N. Eindhoven & Co yang berdiri pada tahun 1859. Perusahaan ini menjadi cikal bakal Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk disingkat PGN (IDX: PGAS).

Wilayah lainnya yang potensial untuk energi batubara tergasifikasi ditunjukkan oleh Peta Persebaran Kualitas Cadangan Batubara di Indonesia dengan keterangan kualitas baubara rendah (low) berbentuk bulat berwarna hijau.

Peta persebaran batubara di Indonesia berdasarkan kualitasnya (Yonathan, _)
Peta persebaran batubara di Indonesia berdasarkan kualitasnya (Yonathan, _)

Energi Baru: Gas Metana Batubara (Coal Bed Methane)

Latar belakang pengembangan energi ini adalah banyaknya penambangan batubara oleh perusahaan-perusahaan tambang batubara yang sebagian besar hanya dilakukan pada lapisan batu bara di permukaan saja (open pit mining), sedangkan pada lapisan batu bara dalam (coal seam) masih belum termanfaatkan. Hal ini disebabkan biaya penambangan batubara dalam sangat besar dan memiliki resiko yang sangat tinggi, untuk itu perlu dikembangkan metode lain guna memanfaatkan potensi yang ada pada batubara dalam ini. Salah satu potensi yang memungkinkan adalah dengan memanfaatkan gas yang terkandung di dalam batubara tersebut, yaitu gas metana batubara.

Gas metana batubara (GMB) adalah gas alami atau natural gas yang terdapat di dalam endapan dari batubara. Gas metana batubara juga disebut sebagai unconventional hydrocarbon (hidrokarbon non konvensional) karena keberadaan sumbernya berada di alam dan beberapa sifat fisiknya berbeda dengan minyak dan gas konvensional yang ada. Secara geologis, pada umumnya hidrokarbon non konvensional terbentuk dan terjebak langsung di source rock (batuan asal) dan reservoirnya. Sedangkan hidrokarbon konvensional (minyak dan gas yang kita kenal sekarang ini) setelah terbentuk di source rock bermigrasi dan terjebak di lapisan batuan sedimen.

GMB berbentuk gas alam dengan dominan gas metana disertai sedikit kandungan hidrokarbon dan gas non-hidrokarbon lainnya di dalam batubara hasil dari proses kimia dan fisika selama proses pembatubaraan. Selama proses pembatubaraan material organik akan mengeluarkan air, CO2, gas metana dan lainnya. Kandungan gas pada GMB sebagian besar berupa gas metana dengan sedikit gas hidrokarbon dan gas non hidrokarbon lainnya. Oleh karenanya, gas metana memiliki kadar kalori yang paling rendah dibandingkan gas alam lainnya sehingga menghasilkan gas buang yang lebih ramah terhadap lingkungan dibandingkan gas alam lainnya. Reaksi kimia dan gambaran pembentukan GMB disajikan pada gambar berikut.

Reaksi kimia dan gambaran pembentukan gas metana batubara (Triyono)
Reaksi kimia dan gambaran pembentukan gas metana batubara (Triyono)

Kebanyakan sumur GMB memiliki kedalaman kurang dari 1000 meter, sehingga pengeborannya relatif lebih mudah. Secara umum tipe dan model sumur serta komplesi sumur GMB sama dengan sumur migas konvensional, perbedaan mendasar hanya terletak pada tipe reservoirnya. Pekerjaan memproduksikan GMB bukan perkara yang mudah karena reservoir GMB mempunyai karakteristik yang khas dan memerlukan persyaratan tertentu. Produksi GMB mempunyai potensi besar dapat diproduksi jika memiliki persyaratan antara lain :

  1. Kandungan gas minimal 15 m3 sampai dengan 30 m3.
  2. Permeabilitas umumnya berkisar 30 mD – 50 mD.
  3. Reservoir kurang dari 1000 meter (± 4000 feet), karena lebih dari itu dimungkinkan reservoir akan mempunyai tekanan yang besar yang dapat menyebabkan struktur cleat menutup sehingga permeabilitasnya menjadi sangat kecil.
  4. Coal rank antara bituminous sampai dengan anthracite.

Terdapat 3 tahapan utama didalam memproduksi gas dari sumur GMB, yaitu :

  1. Dewatering stage, dimana merupakan tahapan memproduksi air disertai dengan sejumlah kecil gas metan.
  2. Stable Production Stage, merupakan tahapan produksi stabil dimana jumlah gas metan yang diproduksikan akan meningkat diiringi dengan jumlah produksi air yang menurun.
  3. Decline stage, merupakan tahapan penurunan jumlah gas yang diproduksikan dengan jumlah air yang terproduksi tetap rendah.

Oleh karena itu di dalam memproduksi gas metan dari sumur GMB, begitu selesai komplesi maka langsung dipasang pompa produksi atau artificial lift untuk proses dewatering. Umumnya dipasang setelah proses fracturing pada coal steam.

Setelah air dan gas terproduksi ke permukaan melalui pompa pada proses dewatering maka fluida tersebut harus dialirkan ke tangki-tangki timbun. Air yang terproduksi dialirkan melalui separator kemudian masuk kedalam tangki, sedangkan gas yang terproduksi setelah melewati separator bisa langsung ke gas plant.

Cadangan CBM Indonesia berada pada peringkat tertinggi di seluruh dunia. Setidaknya ada 453 triliun cubic feet (TCF) potensi yang dapat dimanfaatkan. Saat ini sudah ada lapangan GMB yang dilakukan pengembangan sampai tahap produksi tetapi jumlahnya masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah wilayah kerja yang sudah diberikan oleh pemerintah.

Pengembangan Gas Metana Batubara (GMB) di Indonesia dilakukan atas kebijakan Pemerintah yang sudah dikeluarkan oleh Menteri ESDM sebagai terobosan atas menurunnya jumlah produksi minyak di Indonesia, sampai dengan saat ini sudah 54 Wilayah Kerja yang sudah diberikan kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan estimasi cadangan sebesar 138 TCF.

Salah satu perusahaan yang telah mengembangkan GBM untuk pembangkit listrik adalah kontraktor migas VICO. Mereka mengembangkan GBM di Lapangan Mutiara di Kalimantan Timur untuk menggerakkan PLTMG yang berkapasitas 2 megawatt (MW).

Energi Baru: Batubara Tercairkan (Liquified Coal)

Sumber energi batubara cair merupakan alternatif sebagai pengganti minyak bumi dengan kuaitas yang hampir setara. Pengembangan produksi bahan bakar sintetis berbasis batu bara pertama kali dilakukan di Jerman tahun 1900-an dengan menggunakan proses sintesis Fischer-Tropsch yang dikembangkan Franz Fisher dan Hans Tropsch. Pada 1930, di samping menggunakan metode proses sintesis Fischer-Tropsch, mulai dikembangkan pula proses Bergius untuk memproduksi bahan bakar sintesis. Sementara itu, Jepang juga melakukan inisiatif pengembangan teknologi pencairan batubara melalui proyek Sunshine pada 1974 sebagai pengembangan alternatif energi pengganti minyak bumi.

Pada 1983, NEDO (the New Energy Development Organization), organisasi yang memfokuskan diri dalam pengembangan teknologi untuk menghasilkan energi baru juga berhasil mengembangkan suatu teknologi pencairan batubara bituminous dengan menggunakan tiga proses, yaitu solvolysis systemsolvent extraction system dan direct hydrogenation to liquefy bituminous coal. Berikut adalah skema dari proses tersebut untuk lebih lengkapnya.

Filosofi pengembangan batubara cair pada proses NEDO Liquefaction (NEDOL) (Tim ESDM, 2011)
Filosofi pengembangan batubara cair pada proses NEDO Liquefaction (NEDOL) (Tim ESDM, 2011)

Selanjutnya ketiga proses tersebut terintegrasi dalam proses NEDOL (NEDO Liquefaction), suatu proses pencairan batubara yang dikembangkan oleh NEDO, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil pencairan yang lebih tinggi.

Seiring dengan berjalannya waktu, Peneliti NEDO mengidentifikasi bahwa cadangan batubara di dunia pada umumnya tidak berkualitas baik, bahkan setengahnya merupakan batubara dengan kualitas rendah, seperti: sub-bituminous coal dan brown coal. Kedua jenis batubara tersebut lebih banyak didominasi oleh kandungan air. Peneliti Jepang kemudian mulai mengembangkan teknologi untuk menjawab tantangan ini agar kelangsungan energi di Jepang tetap terjamin, yaitu dengan mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan. Dikembangkanlah proses pencairan batubara dengan nama Brown Coal Liquefaction Technology (BCL). Berikut gambaran prosesnya.

Alur pemrosesan batubara cair melalui proses Breown Coal Liquefaction (BCL) Technology (Tim ESDM, 2011)
Alur pemrosesan batubara cair melalui proses Breown Coal Liquefaction (BCL) Technology (Tim ESDM, 2011)

Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien dari batubara yang berkualitas rendah. Langkah kedua melakukan proses pencairan dimana hasil produksi minyak yang dicairkan ditingkatkan dengan menggunakan katalisator, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi di mana heteroatom (campuran sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan lain lain) pada minyak batubara cair dipisahkan untuk memperoleh bahan bakar bermutu tinggi, kerosin, dan bahan bakar lainnya. Kemudian sisa dari proses tersebut (debu dan unsur sisa produksi lainnya) dikeluarkan.

Pengembangan batu bara cair di Indonesia mulai direspon setelah pemerintah mengeluarkan Inpres No. 2/ 2006 tentang batubara yang dicairkan. Salah satu investor yang tertarik adalah Sugiko MOK Energy yang bernisiatif untuk membangun pabrik pemrosesan batubara cair di Sumatera Selatan. Sugico MOK Energy merupakan perusahaan patungan antara PT. Sugico Graha (perusahaan tambang batubara di Indonesia yang memiliki areal penambangan batubara di Sumatera Selatan) dan Mok Industries LLC asal Amerika (perusahaan yang memiliki Teknologi Solar Energy yang paling murah dan efisien di dunia).

Proses produksi batu bara cair yang dilakukan oleh Sugico MOK adalah menggunakan sistem hidrogenasi yang memanfaatkan energi matahari. Dengan inovasi Photovoltaic, energi panas matahari yang ditangkap melalui solar cell diubah menjadi energi listrik, yang menghasilkan daya pada setiap panelnya sebesar satu megawatt dengan jangka waktu 1 jam dan biaya tidak lebih dari US$ 5 per barel.

Energi listrik yang dihasilkan ada dua macam, yaitu arus listrik yang bersifat bolak-balik (AC) sehingga dapat dimanfaatkan untuk penerangan serta keperluan lainnya, dan arus listrik yang searah (DC) atau yang digunakan untuk air (H2O). Dalam proses ini air akan diubah menjadi oksigen dan hidrogen. Unsur hidrogen tersebut akan dimanfaatkan dalam proses hidrogenasi, yang mengubah batubara padat menjadi cair. Proses hidrogenasi ini dilakukan dalam reaktor Bergius. Setiap satu ton batubara padat yang diolah dalam reaktor ini menghasilkan 6,2 barel BBM sintesis berkualitas tinggi.

Wilayah lainnya di Indonesia yang potensial untuk pembangunan kilang batubara yang dicairkan adalah Musi Banyuasin di Sumatera Selatan yang memiliki cadangan sebesar 2,9 milyar ton batubara, dan Berau Kalimantan Timur dengan cadangan sebesar 3 milyar ton batubara.

Bogor Kota Hujan

Kota Bogor merupakan salah satu kota yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Secara astronomis, kota ini terletak pada koordinat 106°43’30”BT – 106°51’00”BT dan 30’30”LS – 6°41’00”LS. Kota ini berada pada 59 km di selatan Provinsi DKI Jakarta.

Mendengar Kota Bogor kita sering menyebutnya sebagai Kota Hujan. Mengapa demikian? Karena hampir 70 % hari dalam satu tahun selalu turun hujan. Rata-rata ketebalan hujannya mencapai 2.681 mm per tahun.

Nah, faktor utama yang menyebabkan Kota Bogor disebut Kota Hujan adalah posisinya yang berada di lereng Gunung Salak dan Gunung Gede. Ketinggian rata-rata minimalnya 190 meter dan maksimalnya 330 meter dari atas permukaan laut. Keadaan ini membuat Kota Bogor memiliki suhu udara yang relatif sejuk, yakni rata-rata per bulannya 22,8 °C.

Selain itu, letak Kota Bogor juga berpandangan langsung dengan Laut Jawa yang merupakan sumber penguapan air yang menghasilkan hujan. Hal inilah yang memperkuat terjadinya efek orografis, yaitu kenaikan massa udara yang mengandung uap air dari daerah rendah menuju ke daerah lebih tinggi karena dibawa oleh angin.

Naiknya massa udara yang mengandung uap air ke daerah tinggi seperti pegunungan akan menyebabkan massa udara tersebut mengalami penurunan suhu. Kemudian massa udara tersebut akan mengalami kondensasi (pembentukan awan). Awan yang terus bertambah banyak hingga massa udara menjadi berat akan turun sebagai hujan. Hujan inilah yang dinamakan sebagai hujan orografis.

Hujan orografis di Kota Bogor memulai pembentukannya dari kumpulan uap air hasil penguapan dari Laut Jawa. Lalu uap air ini dibawa oleh angin melintasi Kota Jakarta hingga naik ke Kota Bogor. Di sini uap air mengalami pendinginan dan membentuk awan. Saat kumpulan awan bertambah banyak dan massa udara menjadi berat, maka terjadilah hujan di Kota Bogor.

Dampak positif adanya hujan terus-menerus di Kota Bogor adalah kegiatan pertanian yang berkembang dengan baik. Pasokan air hujan yang melimpah membuat usaha pertanian jarang mengalami kekeringan. Pariwisata permainan air pun dapat dikembangkan di daerah ini.

Dampak negatifnya, curahan air hujan yang besar menyebabkan Kota Bogor sering disebut-sebut sebagai sumber banjir kiriman bagi Kota Jakarta. Pernah dengar bendung Katulampa di daerah Kota Bogor? Nah, saat bendung itu meningkat jumlah airnya akibat curah hujan yang tinggi, maka air dari bendung itu akan dialirkan ke Kota Jakarta. Kalau Jakarta tidak siap, ya jadi banjir deh.

Ketahanan Energi di Indonesia

Seiring berjalannya waktu, jumlah penduduk dunia terus bertambah. Demikian pula Indonesia, jumlah penduduknya pun terus meningkat. Bedasarkan data dari BPS, 2019 ini jumlah penduduk Indonesia telah mencapai angka 266,91 juta jiwa.

Peningkatan jumlah penduduk tentu menyebabkan peningkatan kebutuhan untuk konsumsi energi pula. Energi ini biasanya digunakan untuk menyalakan listrik, bahan bakar kendaraan, memasak dan sebagainya. Berdasarkan infotmasi dari Direktorat Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (DJEBTKE), Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) menjelaskan bahwa terjadi peningkatan kebutuhan energi di Indonesia dari tahun 2008 hingga 2017 sebagai berikut.

Grafik dan tabel kebutuhan energi di Indonesia per sektor (DJEBTKE ESDM, 2019)

Sementara itu, sumber energi fosil yang selama ini digunakan jumlahnya kian terbatas. Data yang diperoleh penulis dari DJEBTKE pun menyebutkan bahwa sumber energi fosil dari minyak bumi, gas alam, dan batubara, cadangannya kini kian menipis. Keterbatasan ini pun akan membuat Indonesia mengalami krisis energi pada masa mendatang.

Sumber energi fosil (tak terbarukan) yang semakin terbatas (DJEBTKE ESDM, 2019)

Mengantisipasi terjadinya krisis energi, alih-alih import energi dari negara lain, akan lebih baik jika Indonesia mengembangkan energi sendiri agar mampu menciptakan ketahanan energi hingga masa-masa mendatang. Hal ini dilakukan dengan cara memanfaatkan berbagai macam sumber daya alam yang ada di Indonesia yang tentu saja jumlahnya melimpah. Energi tersebut adalah energi alternatif dari energi baru dan terbarukan.

Perpres Nomor 5 tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, menyebutkan bahwa energi baru adalah bentuk energi yang dihasilkan oleh teknologi baru baik yang berasal dari energi terbarukan maupun energi tak terbarukan, antara lain : Hidrogen, Coal Bed Methane, Coal Liquifaction, Coal Gasification dan Nuklir. Sedangkan energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumberdaya energi yang secara alamiah tidak akan habis dan dapat berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain : panas bumi, biofuel, aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut.

Pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia, menurut DJEBTKE terbagi menjadi beberapa jenis. Energi baru terdiri atas batubara tercairkan (liquified coal), gas metana batubara (coal bed methane), batubara tergaskan (gasified coal), nuklir, hidrogen, dan metana yang lain. Sedangkan energi terbarukan terdiri atas panas bumi, hidro, bioenergi, surya (matahari), angin, dan laut. Berikut penjelasan persebaran dan potensi energi baru dan terbarukan tersebut.

Pemakaman Tebing Batu Tana Toraja

Apakah yang ada di bayangan kalian ketika mendengar kata “pemakaman”? Seram? Takut? Ngeri? Atau malah terbayang hantu-hantu seperti yang sering muncul di film-film horor?

Ada yang unik nih dengan tradisi pemakaman yang ada di Kabupaten Tana Toraja. Alih-alih menggali tanah untuk memakamkan kerabat yang meninggal, mereka malah membuat lubang di dinding batu. Contohnya adalah situs Tebing Batu Lemo di Desa Lemo.

Tebing Batu Lemo yang menjadi tempat pemakaman masyarakat Toraja merupakan singkapan batu cadas yang berusia kuarter hingga tersier. Pada bukit terjal nan luas dengan ketinggian lebih dari 100 meter itu terdapat 75 lubang makam. Dimana pada setiap lubang terdapat tau-tau atau tao-tao, patung kayu yang merupakan replika jenasah yang dimakamkan di tebing tersebut. Semakin tinggi lokasi makamnya, status sosial jenasahnya makin tinggi lho.

Hal yang sama juga terjadi Bukit Londa, Desa Sandan Uai, Kecamatan Sanggalangi. Bukit Londa merupakan endapan batuan kapur berusia Eosen yang ketinggiannya mencapai seribu meter. Bukit itu memliliki sebuah gua dengan ceruk yang dangkal. Dalam ceruk tersebut terdapat beberapa pemakaman yang hampir sama seperti di Batu Lemo. Pada pemakaman itu, tulang-belulang jenasah juga nampak tertutupi oleh patung replika tau-taunya.

Tidak hanya di Batu Lemo dan Bukit Londa, di sepanjang jalan daerah Toraja pun kita dapat melihat banyak pemakaman. Pemakaman tersebut bukan hanya dibuat di dinding tebing batu, tapi juga dibuat di dalam bongkahan batu yang besar-besar. Asalkan batu tersebut cukup untuk dibuat minimal satu jenasah.

Rupanya, tradisi kubur batu di Tana Toraja ini merupakan bentuk adaptasi mereka terhadap kondisi lingkungan tempat hidup. Hal ini karena pada mulanya kehidupan manusia sangat bergantung kepada alam. Untuk tetap bertahan hidup tentu mereka harus menyesuaikan diri dengan kondisi alam.

Konon, pada jaman dahulu kala, Tana Toraja merupakan gunung berapi yang ada di dalam laut. Hal itu membuat daerah di sekitarnya pun menjadi subur karena mineral-mineral yang dimuntahkan oleh gunung berapi tersebut. Karena suburnya, lalu tumbuhlah terumbu karang di perairan dangkal lereng gunung berapi itu.

Akibat proses tektonisme, gunung ini terangkat dari dalam laut dan menjadi daratan. Gunung berapi dan terumbu karang yang menyertainya pun berubah menjadi singkapan batu cadas dan kapur yang luas. Oleh karenanya hampir seluruh wilayah Tanah Toraja diliputi oleh perbukitan bebatuan cadas dan kapur.

Nah, karena daerahnya diliputi oleh batu-batuan, maka lapisan tanah yang ada sangat sempit dan tipis. Jadi daripada tanahnya digunakan untuk area pemakaman, mending dipakai untuk pertanian yang mampu menopang kebutuhan pangan warganya. Pasalnya, kalau tanah yang ada digunakan untuk kuburan, lalu rakyat Toraja makan apa?

Sekarang kondisi pemakaman-pemakaman yang usianya sudah sangat tua sangat memprihatinkan. Banyak tau-tau yang dicuri dan dijual kepada kolektan barang-barang bernilai sejarah. Bahkan benda-benda penting milik jenazah yang ikut dikuburkan juga banyak yang hilang.

Tugas kita sebagai generasi muda tentunya harus turut menjaga warisan budaya Toraja yang masuk dalam kekayaan Indonesia juga. Gak papa kok kalau kita punya rasa takut dan seram. Jusru ketika semua orang punya perasaan seperti itu, situs kebudayaan ini akan tetap terjaga. Artinya, tidak akan ada lagi orang yang berani melakukan pencurian atau bertindak semena-mena seperti pengrusakan dan pengotoran. Kalau sudah begitu, jadi tetap lestari deh cagar alam budaya kita.